AHLUSSUNNAH
WAL JAMAAH;
PENGERTIAN,
SEJARAH, DAN TOKOH
1.
IkaLuviana Sari (151120001627)
2.
NurIhsan (151120001633)
3.
AnikHidayah (151120001647)
4.
AfridaAndriastuti (151120001650)
PROGRAM
STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
ISLAM NAHDLATUL ULAMA’
(UNISNU)
JEPARA
2016
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad
SAW. Dalam Resume Materi Kuliah yang
berjudul “Ahlusunnah Wal Jama’ah: Pengertian,
Sejarah, dan Tokoh-Tokoh Aswaja”
” penulis bermaksud menjelaskan secara
detail tentang materi penalaran. Adapun tujuan pembuatan resume ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Agama 2 (Ahlusunnah Wal Jama’ah). Penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penulisan resumeini.
Jepara, 26 Februari 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
Aswaja
sangat perlu dipelajari karena Aswaja termasukajaran orang-orang Islam secara keseluruhan
dan sebagai bekal untuk pedoman hidup dalam sehari-hari. Aswaja adalah suatu
golongan yang menganut syariat islam yang
berdasarkan pada al-quran dan hadis. Aswaja sebagai bagian dari kajian
keislaman merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proposional, bukannya
semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang
mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran
teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi suatu
masalah teori pada masanya dan mempunyai sikap.
Materi
yang akan kita bahas meliputi:
1. Pengertian,
Ajaran, Ciri Khas dan Dasar Akidah Aswaja
2. Sejarah
Kemunculan Aswaja(FaktorReligius, Sosialdan Politik),
3.
Perbedaan Aswaja dan
kelompok lain di bidang Aqidah, Fiqh dan Politik
4. Pandangan
Aswaja terhadap Hubungan Syara dengan Akal, Ilmu Kalam dan Filsafat
5. Mengenal
Tokoh-Tokoh Aswaja
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN,
AJARAN, CIRI KHAS DAN DASAR AKIDAH ASWAJA
a.
Pengertian
Aswaja
1) Pengertian secara
bahasa
Aswaja merupakan
singkatan dari Ahlussunnah wa al-Jama’ah.
Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut, yaitu :
a) Ahl,
berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
b) Al-Sunnah,
secara bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira mardhiyah (jalan atau
cara walaupun tidak diridhoi).
c) Al-Jama’ahberasal
dari kata jama’a
artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian ke sebagian lain.Jama’ahberasaladri kata ijtima’ (perkumpulan),
lawan kata daritafarruq (perceraian) danfurqah(perpecahan). Jama’ah
adalah sekelompok orang banyak dan dikatakan sekelompok manusia yang berkumpul
berdasarkan satu tujuan.
2) Pengertian secara
istilah,
Menurut istilah, “Sunnah”
adalah suatu nama untuk cara yang diridloi oleh agama yang di tempuh oleh Rasullallah
selainya dari kalangan orang yang mengerti tentang islam, seperti para sahabat Rasullallah.
Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah:
عَليكُم
بِسُنَّتي وَسُنَّةِ الخُلفـاءِالرَّاشِدِينَ مِن بَعدِي
“ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidin setelahku”
Menurut Hasyim Asy’ari,
dalam istilah syariat (fikih) “Sunnah” artinya sesuatu yang dianjurkan untuk
dilakukakan tetapi tidaak wajib.
Menurut para ulama
Ushul Fiqh, kata “Sunnah” berarti apapun yang dilakukan, dikatakan, atau
ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw, yang dapat dijadikan sebagai dalil dalam
menetapkan suatu hukum syar’i.
Menurut para ahli kalam
(para teolog), “Sunnah” ialah kenyakinan (i’tiqad) yang didasarkan pada dalil
naql (al-quran, hadis, qawl atau ucapan shahabi, bukan semata bersandar pada
pemahaman akal (rasio).
Menurut para ahli
polotik, “Sunnah” ialah jejak yang ditinggalkan oleh Rasulullah dan para Khulafa
Rasyidin.
Sedangkan jama’ah
secara istilah adalah kelompok kaum muslimin dari para dahulu dari kalangan
sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai
hari kiamat. Mereka berkumpul berdasarkan Al-quran dan Sunnahdan mereka berjalan
sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah baik secara lahir maupun
batin. Definisi lain berdasarkan hadis Rasullallah jama’ah adalah apa yang
telah disepakati oleh sahabat Rosul pada masa Khulafau Rosidi. Pada
hadis Nabi ketika menjawab pertanyaan sahabat tentang (akan) adanya perpecahan
menjadi 71 atau 72 golongan, dan yang selamat hanya satu golongan,.yaitu al-jama’ah.
Rasulullah bersabda:
مَن
أَراَدَبُحبوحَةَالجَنَّةَ فَليَلزَمِ الجَماعَةَ
“Barangsiapa yang
ingin mendapatkan kehidupan yang damai disurga, maka hendaklah ia mengikuti
al-jama’ah (kelompok yang menjadi kebersamaan).” (HR. Al-Tirmidzi (2091),
dan al-Hakim (1/77-78) yang menilainya shahih dan disetujui oleh al-Hafizh
al-Dzahabi).
Dengan demikian Aswaja
adalah golongan pengikut setia Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya,jadi Ahlussunnah
wal-jama’ah adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad
SAW dan jalan para sahabatnya dalam masalah aqidah keagamaan, amalan-amalan
lahiriyah serta ahlak baik dan islam murni yang langsung dari Rasullallah
kemudian diteruskan oleh sahabatnya.
KH. Muhammad Hasyim
Asy’ari (1287-1336 H/ 1871-1947) menyebutkan dalam kitabnya Ziyadat Ta’liqat
(hal. 23-24) sebagai berikut:
أَمَّاأَهلُ
السُّنَةِ فَهُم أَهلُ التَّفسِيرُ وَالحَدِيثِ وَالفِقهِ فإِنَّهُم المُهتَدُونَ
المُتَمَسِّكُونَ بِسُنَّةِ النَّيِي صلي الله عليهِ وسلم والخُلَفَاءِبَعدَهُ
الرَّاشِدِينَ وَهُم الطَّاءِفَةُ النَّاجِيَةُقَالُووَقَد اجتَمَعَت اليَومَ فِي
مذَاهِبَ أَربَعَةٍ الحَنَفِيُّونَ وَالشَّافِعِيُّونَ وَالمَالِكِيُّونِوَالحَنبَليُّونَ
“Adapun Ahlussunnah
Wal-Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih. Merekalah
yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi Muhammad saw dan sunnah
Khufaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah
al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun
dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut Madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan
Hambali.”
Oleh karena itu, tidak
ada seorangpun yang menjadi pendiri ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Yang ada
hanyalah ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam tersebut setelah
lahirnya beberapa faham dan aliran keagamaan yang berusaha mengaburkan ajaran
Rasulullah dan para sahabatnyayang murni.
b.
Ajaran
Aswaja
Islam
adalah agama allah yang diturunkan untuk seluruh manusia di dalamnya terdapat
pedoman dan aturan demi kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat.
Ada 3 hal yang menjadi sendi utama dalam agama Islam itu yaitu iman, islam, dan
ihsan. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa iman adalah orang yang beriman
kepada Allah SWT, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat,
dan qadar (ketentuan)Allah yang baik dan yang buruk. Islam adalah orang yang
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan Allah,
mengerjakan sholat, menunaikan zakat, puasa pada bulan Ramadhan, dan haji ke
Baitullah. Ihsan adalah orang yang menyembah Allah SWT seolah-olah kamu
melihat-Nya.
Dari
sisi keilmuan, semula ketiganya merupakan satu-kesatuan yang tidak terbagi-bagi
namun selanjutnya para ulama’ mengadakan pemisahan, sehingga menjadi ilmu
tersendiri bagian-bagian itu mereka gabungkan sehingga menjadi bagian ilmu yang
berbeda, iman memunculkan ilmu tauhid atau ilmu kalam islam menghadirkan ilmu
fiqih atau ilmu hukum islam. Dan ihsan menghadirkan ilmu tasawuf atau ilmu
ahlak.
Meskipun
telah menjadi ilmu tersendiri, tiga perkara itu harus diterapkan secara
bersamaan tanpa melakukan perbedaan. Misalnya orang yang sedang sholat dia harus
mengesakan Allah disertai kenyakinan bahwa hanya Allah yang wajib disembah
(iman), harus memenuhi syarat dan rukun sholat (islam), dan sholat harus
dilakukan dengan khusyu’ den penuh penghayatan (ihsan).
Dalam perkembangan sejarah umat
islam, terdapat aspek lain yang dapat membedakan ajaran aswaja dengan kelompok
lain. Aspek tersebut adalah aspek politik. Aspek politik ini dengan sendirinya
melengkapi inti ajaran aswaja (terutama bila diperbandingkan dengan ajaran
kelompok lainya),
selain aspek aqidah atau teologi dan fiqih atau hukum
c.
Ciri
Khas Aswaja
Ciri
khas akidah aswaja antara lain menyakini bahwa allah itu ada tanpa arah dan tanpa tempat. Hal ini
diantaranya yang membedakan Aswaja dengan aliran lain. Allah SWT berfirman:
لَيسَ كَمِثلِهِ،شَيءٌ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia” (QS. Al-Syura :11)
Ayat
ini adalah ayat yang paling tegas dalam menjelaskan kesucian Allah SWT secra
mutlak tidak menyerupai mahluk-Nya dari aspek apapun.
Ulama
Aswaja menjelaskan bahwa
alam(mahkluk Allah) terbagi atas dua bagian, yaitu:
1) Al-jauhar
al-fard, yaitu benda yang tidak dapat terbagi
lagi karena telah mencapai batas terkecil.
2) Jims,
yaitu benda yang dapat terbagi menjadi
bagian-bagian. Benda ini juga terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu:
a) Benda
lathif, yaitu sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan seperti
cahaya, roh, angin, dan sebagainya.
b) Benda
katsif, sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan seperti manusia, tanah,
benda-benda padat (jamad) dan sebagainya.
Dalil
berikut ini juga menunjukkan bahwa Allah itu tanpa arah dan tanpa tempat, yaitu
hadis shahih:
عَن
عِمرَانَ بنِ حُصَينٍ رَضِيَ اللهُ عَنهُمَاقَالَ رَسُولُ اللهِ صلي الله عليهِ
وسلم: كَانَ الله وَلَم يَكُن شَيءٌغَيرُهُ. (رواه البخاري )
Imron
bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Allah ada
pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya.”
(HR. Al-Bukhari : 2953).
Hadis
diatas menjelaskan bahwa Allah SWT itu pada azal belum ada angin, cahaya,
kegelapan, Arsy, lagit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah.
AllahSWT juga tidak berubah dari wujud semula yani tetap ada tanpa tempat dan
arah. Al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi juga mengatakan:
وَأَجمَعُواعَلي أَنَّهُ لاَيَحوِيهِ
مَكَانٌ وَلاَيَجرِي عَلَيهِ زَمَانٌ
“Ahlussunnah
Wal-Jama’ah juga bersepakat, bahawa Allah itu tidak diliputi oleh tempat dan
tidak dilalui oleh zaman.”
d.
Dasar
Akidah Aswaja
Pokok-pokok
kenyakinan yang berkaitan dengan tauhid dan lain-lain menurut Aswaja harus
dilandasi oleh dalil dan argumentasi yang definitif (qath’i) dari Al- Quran,
hadis, ijma’ ulama dan rgumentasi akal yang sehat.
Berikut
ini rincian dalil-dalil tersebut secara hirarkis.
1. Al-Quran
Al-quran
Al-Karim adalah pokok dari semua argumen dan dalil. Al-qur’an adalah dalil yang
membuktikan kebenaran risalah nabi muhammad SAW, dalil yang membuktikan benar
dan tidaknya suatu ajaran. Al-Quran juga merupakan kitab Allah yang terakhir
yang menegaskan pesan-pesan dari kitab-kitab samawi sebelumnya.
فَإِن
تَنَآزَعْتُم فِيشَيءٍفَرُدُّوهُ اِلَي اللهِ وَالرَّسُولِ
“Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah
(A-Quran) dan Rasul (Sunnahnya).” (QS. Al-Nisa’ :59)
Mengembalikan
persoalan kepada Allah SWT, berarti mengembalikan kepada Al-Quran. Sedangkan
mengembalikan kepada Rasul, berarti mengembalikannya kepada sunnah Rasul yang
shahinh.
2. Hadits
Hadits
dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits yang perawinya
disepakati dan dapat dipercaya para
ulama. Hadits yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah
hadits muttawatir. Hadits muttawatir ialah hadits yang disampaikan oleh
sekelompok orang yang banyak dan berdasarkan penyaksian mereka serta sampai
kepada penerima hadits tersebut, baik penerima kedua maupun ketiga melalui
jalur kelompok yang banyak pula.
Dibawah
hadits muttawatir ada hadits mustafidh atau hadits masyhur, dan ada lagi hadits
yang dibawahnya masyhur, hadits masyhur
ialah hadits yang diriwayatkan oleh tiga
orang atau lebih dari generasi pertama hingga generasi selanjutnya dan dapat
dijadikan argumen dalam menetapkan akidah.
3. Ijma’
ulama
Ijma’
ulama yang mengikuti ajaran ahlul haqq dapat dijadikan argument dalam
menentukan aqidah. Dalam hal ini seperti dasar yang melandasi penetapan bahwa
sifat-sifat allah itu qaddim (tidak ada pemulaanya) adalah ijma’ ulama yang
qath’i.
4. Akal
Dalam
ayat-ayat al-qur’an allah SWT telah mendorong hamba-hambanya agar merenungkan
semua yang ada di alam jagad raya ini, agar dapat mengantar pada kenyakinan
tentang kemahakuasaan allah, menurut ulama tauhid, akal difungsikan sebagai
sarana yang dapat membuktikan kebenaran syara’, bukan sebagai dasar dalam
menetapkan aqidah-aqidah dalam agama. Meski demikian hasil penalaran akal yang
sehat tidak akan keluar dan bertentangan dengan ajaran yang dibawa oleh syara’.
2.
SEJARAH
KEMUNCULAN
ASWAJA(FAKTOR RELIGIUS,
SOSIAL DAN
POLITIK),
Ketika nabi
wafat, kaum muslimin masih bersatu dalam agama yang mereka jalani, kecuali
orang-orang munafik yang luarnya menyatakan islam, sedangkan hatinya
menyembunyikan kemunafikan. Klasifikasi social yang ada pada saat itu terdiri dari tiga golongan, orang
muslim, orang kafirdan orang munafik. Namun begitu nabi wafat, perselisihan dikalangan
mereka segera terjadi tentang seorang pemimpin yang akan menjadi pengganti nabi.
Kau manshar menginginkan kepemimpinan berada ditangan pemimpin mereka yaitusa’ad
bin ubadah. Sedangkan kaum muhajirin menghendaki kepemimpinan berada di tangan abu bakar. Mereka pada kesepakatan untuk memilih abu
bakar al shiddiq sebagai khalifah.
Setelah
abu bakar al-shiddiq wafat, khalifah berpindah ketangan umar bin al khaththab,
sahabat nabi terbaik setelah abu bakar.Pada masa pemerintaha numar, islam semakin
kuat dan negri muslim semakin luas berkat proses penyebaran islam yang berjalan
dengan efektif dengan ditaklukanya negeri Persia dan romawi, dua Negara
terbesar didunia pada saat itu dan kemudian ditaklukanya negeri-negeri di
sekitarnya kebawah naungan daulah islamiah dalam proses sejarah yang dikenal dengan
istilah al-futuhat al-islamiyyah (penaklukan-penaklukan islam), hingga akhirnya
khalifah umar menemui ajalnya setelah ditikam oleh seorang budak Persia, yaitua
bulu’lu’ah al-majusi.
Setelah
umar wafat, khalifah berpindah ketangan utsman bin affan, menantu nabi Muhammad SAW yang menyandang gelar
Dzunnurain (pemilik dua cahaya) yaitu satu-satunya orang yang mempunyai dua seorang
putrid soeorang nabi, rukiayah dan umu kultsum.
Dari jalur nasab, ustman masih termasuk keponakan rasullah, melalui jalur ibunya,
Arwah binti Kuraiz yang masih sepupu rasullallah.Disamping itu uztman juga sahabat
rasullallah terbaik setelah wafatnya ummar.
Setelah
6 tahun dari masa pemerintahan utsman, gejolak politik seputar kebijakan-kebijakan
ustman mulai muncul kepermukaan dan menjadi sasaran kritik sebagian masyarakat ustman
dari jabatanya melalui gerakan yang dibungkus dalam kemasan amarma’ruf dan nahimunkar
sehingga hal tersebut berakhir dengan terbunuhnya ustman dikaum pembrontak.
Kemudian khalifah berpindah ketangan ali bin abi thalib menantu dan sepupu rasullallah
serta sahabat terbaik setelah wafatnya ustman. Namun beragam kekacauan yang
terjadi pada masa ustman sangat berpengaruh terhadap pemerintahan ali bin abi thalib.
Lahirnya
nama ahli sunnah waljama’ah, sebagian
kalangan berasumsi bahwa nama aswaja muncul pada masa imam madzhab yang empat,
ada pula yang berasumsi, muncul pada masa al imam dan al mathuridi. Dan ada
pula yang berasumsi muncul pada sekitar abad ketujuh hijriyah.Tentu saja asumsi
itu keliru dan tidak memiliki landasan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan maka
pada periode akhir generasi sahabat rasullallah istilah aswaja mulai diperbincangkan
sebagai nama bagi kaum mulimin yang masih setia kepada ajaran islam yang murni dan
tidak terpengaruh pada ajaran-ajaran baru.
Pada
beberapa ulama salah mengatakan bahwa aswaja adalah mereka yang hanya memiliki hubungan
dengan sunnah nabi rasullallah kita tidak akan mampu memastikan sejak kapan titik
permulaan aswaja itu kecuali apabila kita mengakatan permulaan ajaranya adalah titik
permulaan ajaran islam itu sendiri,
Disisi
lain istilah aswaja memiliki dua sasaran obyek yang berbeda
1.
Aswaja dalam kontek yang bersifat umum yaitu menjadi nama bagi mereka
yang bukan pengikut aliransi’ah seperti aliran Mu’tazilah, Murjiah, Karramiyah,
Wahhabi dan lai-lain.
2.
Aswaja dalam Konteks yang bersifat khusus yaitu menjadi nama bagi mereka
yang mengikuti ajaran rasullallah dan sahabat secara penuh seperti, Mu’tazilah,
Murjiah, Karramiyah, Wahhabi,Si’ah dan lain-lain
3.
PERBEDAAN
ASWAJA DAN KELOMPOK LAIN DI BIDANG AQIDAH, FIQH DAN POLITIK
Ikhtisar
Perbedaan Ajaran Antar Kelompok
· Dalam bidang teologi
(Aqidah)
ASPEK
|
ASWAJA
|
SYI’AH
|
KHAWARIJ
|
Rukun
Islam
|
1.
Syahadat
2.
Shalat
3.
Puasa
4.
Zakat
5.
Haji
|
1. Shalat
2. Puasa
3. Zakat
4. Haji
5. Wilajah
|
Lebih pada gerakan politik
|
Rukun
Iman
|
Iman kepada :
1.
Allah
2.
Para malaikat allah
3.
Kitab-kitap allah
4.
Para rosul allah
5.
Hari akhir
6.
Qadha’ dan qadar
|
1.
Tauhid
2.
Nubuwwah
3.
Imamah
4.
Al-‘Ald
5.
Al-Ma’ad
|
Lebih pada gerakan politik
|
Keberadaan
al-Qur’an
|
Meyakini bahwa
al-qur’an tetap orisinal.
|
Meyakini bahwa
al-qur’an tidak orisinil dan sudah diubah oleh para sahabat (dikurangi dan
ditambah)
|
Meyakini khalq al-qur’an (penciptaan al-quran),
karena itu al-qur’an tidak suci.
|
Surga
dan neraka
|
Surga
diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada allah dan rosul-nya. Neraka
diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada allah dan rosul Nya
|
Surga
diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada imam ali. Neraka
diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi imam ali.
|
Setiap orang dari umat nabi muhammad yang telah
melakukan dosa dikategorikan sebagai orang kafir dan ia akan kekal di dalam
neraka
|
Rujukan
hadits
|
Rujukan
hadistnya adalah al-kutub al-sittah.
1. Shahih
bukhari
2. Shahih
muslim
3. Sunan
abu dawud
4. Sunan
turmudzi
5. Sunan
ibnu majah
6. Sunan
al-nasa’i
|
Rujukan
haditsnya adalah Al-kutub al-arba’ah yaitu (1) al kafi,(2) al-istibshar,(3)
man la yahdhuruhu al faqih, (4) at-tahdzib
|
Hanya
mengambil hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para pemimpin mereka
|
Dalam
bidng hukum (fiqh)
ASPEK
|
ASWAJA
|
SYI’AH
|
KHAWARIJ
|
Mashadir
al-tasyri’
|
Al-qur’an dan sunnah nabi. Sebagian menambah
al-ijma (konsensus ulama) dan al-qiyas (analogi hukum)
|
1.
al-qur’an dan sunnah
2.
sima(pendengaran)dari rasulullah
3.
kitab ali,disebut al-jami ah
4.
al-isy-raqat al-ilahiyah.
|
meyakini hukum hanya milik allah (la hukma illa
lilah), karena itu menghukumi sesuatu dengan selain hukum allah menurut
mereka adalah kufur.
|
Ijtihad
|
Potensi ijtihad terbuka dalam ranah yang belum
dijelaskan oleh nash al-qur’an dan sunnah
|
Potensi ijtihad terbuka dalam ranah selain imamah.
|
1. potensi
ijtihad terbuka, namun kesalahan dalam ijtihad dapat menjadikan seseorang
kafir
2. hammasah
dan hanya berpegang teguh pada zhahir lafal atau teks dalil.
|
Rujukan
fikih
|
Mengambil fikih dari imam madzhab empat yaitu abu
hanafi, malik, syafi’i, dan ahmad bin hanbal
|
Mengambil fikih dari pada imam syi’ah
|
Terutama sekte ibadhiyah, memiliki ulama dan
kitab-kitab fikih yang diambil para imam mereka.
|
Dalam
Bidang Politik
ASPEK
|
ASWAJA
|
SYI’AH
|
KHAWARIJ
|
Khulafa’ur
Rasyidin
|
Khulafaur rasyidin yang diakui (sah) adalah
1.
Abu bakar
2.
Umar
3.
Usman
4.
Ali
|
Ketiga khalifah (abu bakar, umar, usman) tidak
diakui oleh syiah (keculi oleh syiah zaidiyyah). Karena dianggap telah
merampas kekhalifahan ali bin abi thalib
|
-menyatakan keluar dari kepemimpinan ali bin abi
thalib (yang sudah disahkan oleh ahl hal wa al-‘aqd dan telah dibaiat rakyat)
setelah terjadinya peristiwa takim
-mengkafirkan ali, usman, mu’awiyah,orang-orang
yang terlibat dalam perang jamal, dua pihak yang menyepakati perjanjian
tahkim, serta orang-orang yang mendukung kedua pihak tersebut
|
Imamah
|
Pemimpin atau imam tidak terbatas pada dua belas
imam, sehingga percaya kepada imam-imam itu tidak termasuk rukun iman.
|
Kepemimpinan terbatas pada 12 imam, dan percaya
kepada 12 imam termasuk rukun iman.
|
Memiliki pemimpin sendiri.
|
Ishmah
|
Khalifah atau imam tidak ma’shum, artinya mereka
dapat berbuat salah atau dosa atau lupa.
|
Para imam yang jumlahnya 12 tersebut mempunyai
sifat maa’shum seperti para nabi
|
Pemimpin dapat berbuat salah, bahkan kafir. Maka
bila pemimpin itu kafir maka rakyat ikut kafir, karena itu wajib keluar dari
kepemimpinan iman yang mereka nilai telah kafir
|
Cara
pengangkatan pemimpin
|
pemimpin (imam) diangkat melalui kesepakatan ahl
hal wa al-aqdi atau orang yang mengangkat dirrinya sendiri
( dalam kondisi darurat) kemudian diaa dibaiat
oleh ahl haal wa al-aqdi dan rakyat
|
Pemimpin telah ditntukan oleh Allah (nas ilahy)
bukan pilihan rakyat.
|
Khalifah harus dipilih melalui pemilihan yang
bebas dan bersih, dilakukan oleh mayoritas kum muslimin, bukan hanya sebagai
golongan dan kepemilihan khalifah terus sah selama ia menegakkan keadilan dan
syariat, jauh dari kesalahan dan kezaliman. Jika ia berkhianat, wajib dipecat
atau dibunuh.
|
Hukum
pengangkatan imam
|
Kpemimpinan hukumnya wajib karena dalil-dalil
syariat. (persamaan dengan khoarij : harus ada pemimpin untuk mengelola dan
mengamankan negara. Menurut khoarij, karena maslahat).
|
Kepemimpinan hukunya wajib berdasarkan nash ilahy
|
Kelompok
khoarij bernama najdat berpendapat, pengangkatan iman wajib karena
maslahat dan kebutuhan, bukan wajib karena dalil syariat
|
Syarat pemimpin
|
Pemimpin harus memenuhi empat syarat yaitu:
1.
Berasal dari suku quarisy (pada tahap
berikutnya terjadi perbedaan pendapat dalam hal ini)
2.
Baiat
3.
Syura
4.
Adil
|
Pemimpin harus berasal dari ahlul bait
|
Kholifah tidak harus dari suku qurasy juga tidak
harus dari bangsa arab. Mereka mengangkat Abdullah bin Wahab al-Rasi (bukan
dari quraisy) sebagai kholifah dan menyebutnya amir al-mukminin.
|
4.
PANDANGAN
ASWAJA TERHADAP HUBUNGAN SYARA DENGAN AKAL, ILMU KALAM DAN FILSAFAT
a.
Hubungan
Syara dan Akal
Problem Hubungan Syara dan Akal ini menyita
perhatian dan perdebatan panjang baikdari kalangan intelektual Muslim bahkan
kalangan intelektual yunaani dan kristen pada abad pertengahan di Eropa.
Dikalangan kaum teolog muslimin yang berupaya mengkaji akidah-akidah islam ada
tiga yaitu:
1. Aliran
mu’tazilah yang berpandangan bahwa akal didahulukan daripada syara.
2. Aliran
hasyawiyah, zhahiriyah dan semacamnya yang hanya mengakui dominasi syara dan
tidak memberikan peran terhadap berkaitan dengan ajaran-ajaran yang dibwa
dengan syara.
3. Aliran
aswaja mengambil sikap moderat (tawassuth) dan seimbang tawazun, tidak
melepaskan peran akal dari syara sebagaimana halnya.
b.
Ilmu
Kalam dan Filsafat
Ilmu
kalam dianggap negatif oleh kalangan agamawan karena identik dengan ilmu
filsafat yunani.
Perbedaan
ilmu kalam dengan ilmu filsafat meliputi metodologi (manhaj) :
1.
Dari segi metodologi,
ilmu filsafat menjadikan akal sebagai pokok bagi keyakinan tanpa
mempertimbangkan prinsip-prinsip yang dibawa oleh para nabi. Demikian ini
berbeda dengan ilmu kalam yang membicarakan hal-hal dalam konteks akal sebagai
satu-satunya perangkat untuk membuktikan kebenaran ajaran yang datang dari
Allah dan ajaran yang dibawa oleh para Nabi.
2. Dari
segi objek (maudhu’). Dalam pandangaan ahli kalam, ajaran-ajaran yang diterima
dari syariah itu dianggap menjadi titik permulaan kajiannya. Hal ini berbeda
dengan para filosof, karenaa dalam asumsi mereka kebenaaran itu masih misterius
dan belum diketahui secara pasti ketika kejadian mereka mulai.
3. Dari
segi tujuan, seorang ahli ilmu kalam memiliki tujuan yang kongkret yaitu
bertujuan memperkokoh dan memperkuat akidah yang menjadi keyakinan dalam
agama.
5.
MENGENAL
TOKOH-TOKOH ASWAJA
Sebelumnya perlu kita pahami, bahwa ahlussunnah wal
jama’ah dalam realita sekarang, dalam bidang fiqih mengikuti salah satu madzhab
yang empat.
Dalam bidang
fiqih dan amaliah, Ahlussunnah wal jama’ah mengikuti pola bermadzhab dengan
mengikuti salah satu madzhab fiqh yang dideklarasikan oleh para ulama yang
mencapai tingkatan mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab fiqh yang sempat eksis dan
diikuti oleh kaum Muslimin Ahlussunnah wal Jama’ah ialah madzhab Hanafi.
Maliki, Syafi’i, Hanbali, madzhab Sufyan al-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, ibn
Jarir, Dawud al-Zhahiri, al-Laits bin Sa’ad, al-Auza’i, Abu Tsaur dan
lain-lain. Namun kemudian dalam perjalanan panjang sejarah Islam, sebagian
besar madzhab-madzhab tersebut tersisih dalam kompetisi sejarah dan kehilangan
pengikut, kecuali empat madzhab yang tetap eksis dan berkembang hingga dewasa
ini. Pengikut empat madzhab tersebut, diakui sebagai kaum Ahlussunnah Wal
Jama’ah.
Berkaitan dengan hal tersebut, disini perlu dikemukakan
sebuah pertanyaan, dimanakah letak posisi madzhab al-Asy’ari di kalangan
pengikut madzhab fiqh yang empat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, marilah
kita ikuti penjelasan berikut ini secara rinci tentang posisi madzhab
al-Asy’ari di kalangan pengikut madzhab fiqh yang empat.
1. Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi ini didirikan oleh al-Imam abu Hanifah
an-Nu’man bin Tsabit al-Kufi (80 – 150 H / 699-767 M). Pada mulanya madzhab
Hanafi ini diikuti oleh kaum Muslimin yang tinggal di Irak, daerah tempat
kelahiran abu Hanifah, pendirinya. Namun kemudian, setelah Abu Yusuf menjabat
sebagai hakim agung pada masa Daulah Abbasiyyah, madzhab Hanafi menjadi populer
di negeri-negeri Persia, Mesir, Syam dan Maroko. Dewasa ini, madzhab Hanafi
diikuti oleh kaum Muslimin di Negara-negara Asia Tengah, yang dalam referensi
klasik dikenal dengan negeri seberang Sungai Jihun (sungai Amu Daria dan Sir
Daria), Negara Pakistan, Afghanistan, India, Bangladesh, Turki, Albania, Bosnia
dan lain-lain.
Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Hanafi
mengikuti madzhab al-Maturidi. Sedangkan ideologi madzhab al-Maturidi sama
dengan ideologi madzha al-Asy’ari. Antara keduanya memang terjadi perbedaan
dalam beberapa masalah, tetapi perbedaan tersebut hanya bersifat verbalistik
(lafzhi), tidak bersifat prinsip dan substantif (haqiqi dan ma’nawi). Oleh
karena itu dapatlah dikatakan bahwa pengikut madzhab al-Maturidi adalah
pengikut madzhab al-Asy’ari juga. Demikian pula sebaliknya, pengikut madzhab
al-Asy’ari adalah pengikut madzhab al-Maturidi juga. Dalam hal tersebut al-Imam
Tajuddin as-Subki mengatakan, “Mayoritas pengikut Hanafi adalah pengikut
madzhab al-Asy’ari, kecuali sebagian kecil yang mengikuti Mu’tazilah.”
2. Madzhab Maliki
Madzhab Maliki ini dinisbahkan kepada pendirinya, al-Imam
Malik bin Anas al-Ashbahi (93-179 H/712-795 M). Madzhab ini diikuti oleh
mayoritas kaum muslimin di Negara-negara Afrika, seperti Libya, Tunisia,
Maroko, Aljazair, Sudan, Mesir, dan lain-lain. Dalam bidang teologi, seluruh
pengikut madzhab Maliki mengikuti madzhab al-Asy’ari tanpa terkecuali.
Berdasarkan penelitian al-Imam Tajuddin as-Subki, belum ditemukan di kalangan
pengikut madzhab Maliki, seorang yang mengikuti selain madzhab al-Asy’ari.
3. Madzhab Syafi’i
Madzhab Syafi’i ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (150-204 H/767-820 M). Madzhab Syafi’i ini
diakui sebagai madzhab fiqh terbesar jumlah pengikutnya di seluruh dunia. Tidak
ada madzhab fiqh yang memiliki jumlah beitu besar seperti madzhab Syafi’i, yang
diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia.
Filipina, Singapura, Thailand, India bagian Selatan seperti daerah Kirala dan
Kalkutta, mayoritas Negara-negara Syam seperti Syiria, Yordania, Lebanon,
Palestina, sebagian besar penduduk Kurdistan, Kaum Sunni di Iran, mayoritas
penduduk Mesir dan lain-lain.
Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Syafi’i
mengikuti madzhab al-Asy’ari sebagaimana ditegaskan oleh al-Imam Tajuddin
as-Subki, kecuali beberapa gelintir tokoh yang mengikuti faham Mujassimah dan
Mu’tazilah.
4. Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal al-Syaibani (164-241 H/780-855 M). Madzhab Hanali
ini adalah madzhab yang paling sedikit jumlah pengikutnya, karena tersebarnya
madzhab ini berjalan setelah madzhab-madzhab lain tersosialisasi dan mengakar
di tengah masyarakat. Madzhab ini diikuti oleh mayoritas penduduk Najd, sebagian
kecil penduduk Syam dan Mesir. Dalam bidang ideologi, mayoritas ulama
Hanbali yang utama (fudhala’), pada abad pertengahan dan
sebelumnya, mengikuti madzhab al-Asy’ari. Di antara tokoh-tokoh madzhab Hanbali
yang mengikuti madzhab al-Asy’ari ialah al-Imam ibn Sam’un al-Wa’izh, Abu
Khaththab al-Kalwadzani, Abu al-Wafa bin ‘Aqil, al-Hafizh ibn al-Jawzi dan
lain-lain. Namun kemudian sejak abad pertengahan terjadi kesenjangan hubungan
antara pengikut madzhab al-Asy’ari dengan pengikut madzhab Hanbali.
Berdasarkan penelitian al-Hafizh ibn Asakir al-Dimasyqi,
pada awal-awal metamorfosa berdirinya madzhab al-Asy’ari, para ulama Hanbali
bergandengan tangan dengan para ulama al-Asy’ari dalam menghadapi
kelompok-kelompok ahli id’ah seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, Murji’ah dan
lain-lain. Ulama Hanbali dalam melawan argumentasi kelompok-kelompok ahli
bid’ah, biasanya menggunakan senjata argumentasi ulama al-Asy’ari. Dalam bidang
teologi dan ushul fiqh, para ulama Hanbali memang belajar kepada ulama madzhab
al-Asy’ari. Hingga akhirnya terjadi perselisihan antara madzhab al-Asy’ari dan
madzhab Hanbali pada masa al-Imam Abu Nashr al-Qusyairi dan pemerintahan
Perdana Menteri Nizham al-Mulk. Sejak saat itu, mulai terpolarisasi kebencian
antara pengikut madzhab al-Asy’ari dan madzhab Hanbali.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Aswaja
adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada al-quran dan hadis. Ajaran
Aswaja berasal dari Nabi Muhammad saw melalui perantara para sahabatnya tanpa mengalami
perubahan. Aswaja sangat penting untuk kita pelajari karena Aswaja merupakan
suatu pedoman hidup yang baik.
Daftar Pustaka
NU Center, T. A. (2013). Risalah
Alussunnah Wal-Jamaah. Jakarta: Khalista.
Ramli, M. I. (2011). Pengantar
Sejarah AHLUSSUNNAH WAL-JAMAAH. Jakarta: Khalista.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar